Black//Hawk

Sudah lama tak berjodoh dengan show mereka, terakhir melihat Black//Hawk mereka masih bersama drummer pertama mereka, tak lama, mungkin kurang setahun yang lalu, dan yang setelah saya tahu ternyata malam itu, 27 Februari adalah show kedua mereka bersama drummer baru. Maaf, ketiga jika dihitung dengan gigs Spektakel Klab beberapa waktu lalu, yang lebih pas dibilang Session dibanding Gigs.

Malam itu adalah gigs The Valid, band punk Jakarta yang melakukan minitour ke Sumatera, dan Palembang menjadi destinasi pertama. Black//Hawk jadi salah satu band lokal yang menjamu mereka kali itu.

Dan malam itu saya baru benar-benar mengenal baik, atau katakanlah menikmati musik Black//Hawk.

Tepat di hari itu juga ternyata adalah tanggal rilisnya EP pertama mereka oleh Rimauman Music, kebetulan yang membolehkan mereka secara tak langsung untuk menjadikan gigs menjamu The Valid sebagai release party selipan-unofficial 🙂

Mereka tampil optimal dengan pembangunan sound yang sudah nampak terlatih dan serius, ditambah crowd yang tak kalah optimal dengan hampir 50 orang di dalam studio berukuran kurang lebih 5mx3m (maaf jika salah, sangat lemah di pengukuran kira-kira serupa ini), yang sayang sebenarnya adalah mendapati venue dipenuhi oleh sebagian besar analis, yang memasang muka serius sembari melipat tangan untuk (sepertinya) mencatat setiap detail permainan Black//Hawk. No offense! But actually, show can be so wild, man! But you don’t :))

Tak ada bahasan banyak tentang gigs mereka malam itu, selain saya cukup senang dengan skanking-violence dance, dan picking up change, dan punching the midget, dan windmill, secara personal saya sangat senang menjadi hardcore kids malam itu.

EP pertama Black//Hawk telah beredar, sebuah kaset tape yang disertakan link download digital berisikan 6 track berat, sekaligus cepat, juga lambat di part-part terpisah setiap lagu. Unit hardcore yang berat, dengan banyak bagian hardcore punk yang cepat, ditambah dieksekusi sludge di bagian-bagian lain, dan breakdown-part di bagian lainnya yang banyak menjadikan saya The Dropper di gigs mereka.

Jadi ada sebuah, katakanlah sebuah teori, menyebut intro adalah salah satu bagian terpenting di sebuah lagu. Karena dibagian itulah sebuah titik persimpangan untuk si pendengar memutuskan lanjut mendengarkan, atau memilih sisi jalan lainnya, yaitu menolak mendengarkan. Katanya.

Dengan musik cepat dan cukup singkat seperti Black//Hawk, mungkin itu agak kurang berlaku, karena mereka akan mengantarkan si pendengar melewati banyak part tadi dengan cepat juga, seperti hardcore di awal, jembatan hardcore punk, diakhiri dengan bagian slugde yang menghanyutkan.

BlackHawk-2

Entah Black//Hawk sadar itu juga atau tidak. Mereka sangat pintar menempatkan Dopplegangers menjadi track pertama, intro track terbaik di mini-album ini menurut saya. Saya mengulang sampai tak terghitung kalinya di detik 00:03 – 00:18, mereka tahu tepat bagaimana cara untuk menaikkan agresi.

Sama seperti lagu kedua di EP ini, Schizophrenia, track yang diperuntukkan pada jagoan-jagoan moshpit. Tepat sedari masuknya drum dan yang paling maut dan tak terbantahkan adalah di detik 00:24 lagu ini, pekikan si backing vocal yang mengantarkan ke part breakdown di lagu ini:

“Create a mess, what are you thinking. Always the same, as you vanish like dust”

III (Beige Menjadi Hitam) adalah track dengan lirik bahasa Indonesia kedua di EP ini, ada 3 lagu berlirikan bahasa Indonesia dan 3 lainnya dengan bahasa inggris. Lagu yang paling benar-benar hardcore dari semua lagu, dimulai dengan muntahan-muntahan agresi berat dari vocal di awal, dan irama 2 step dance hardcore beatdown yang berlangsung hampir sepanjang lagu.

Untuk lirik, mereka cukup main aman, terlepas definisi “bahaya” lawan dari kata main-aman ini juga. Maksud saya, mereka tak begitu kuat secara lirik, banyak bagian-bagian yang saya tidak suka dengan apa yang dilakukan di divisi lirik band-band dark hardcore, blackened atau lainnya sejenis ini sekarang, yang dengan fasih menceritakan tentang kegelapan, dan abstraksi abstraksi akhir zaman, dengan banyak metafora lainnya yang malah terkadang hanya mengaburkan apa yang ingin mereka sampaikan.

Dan apalagi, satu lagi sangat disayangkan, mereka melepas lirik mereka bersama EP ini tanpa eksplanatori. Untuk cara mereka menyampaikan lirik seperti ini (dengan banyak perumpaan dan kiasan), penting saya pikir untuk juga memperjelas apa yang tidak bisa mereka beritahu di singkatnya lirik tiap lagu. Mengungkapkan pandangan mereka dari apa yang mereka sendiri pandang. Sayang mereka tak melakukannya.

Dengan kombinasi ramuan yang juga tak jauh berbeda, di nomor-nomor selanjutnya, selain ada yang menarik di part ke-4 Nervous Breakdown dimana ketika si gitaris yang membiarkan gitarnya berdengung tanpa dimainkan di beberapa bagian, disusul dengan Rinela di track ke-5, semua mereka bentuk padat, tetap mengkomposisikan dengan padat muntahan vokal yang berat nan baik bersama masing-masing intrumen lainnya, tanpa meninggalkan komposisi solo juga dari masing-masing instrumenya.

Yang akhirnya sebagaimana mereka pintar menaikkan agresi pada beberapa intro, Final Ending disuguhkan dengan baik, diisi oleh sampling sound dari film horror, “Can you do that? Do it again, in time, in time…,” dengan mengerikan terdengar, kata demi kata yang oleh instrument lain dibolehkan untuk terdengar sangat jelas dan sangat menyeramkan sekaligus menjadikan suara itu layaknya spoken vocal di lagu ini. Begitu juga lirik mereka di lagu ini yang menegaskan  jika pada akhirnya,

“What we see, what we heard, the passion unite us.”

Yang selanjutnya dinaikkan oleh mereka di tengah, dan menurun dengan lembut sampai penghabisan lagu untuk membiarkan crowd mengelap keringat, memakai baju, dan mencari minum diakhir show mereka dengan santainya.

BlackHawk-3

Posted in

Tinggalkan komentar