Beberapa atau malah kebanyakan keinginan mudah untuk direncanakan, dimatangkan konsepnya tapi entah untuk banyak alasan lainnya tak pernah bisa disajikan dengan baik. Bahwa kiasan usang tentang “Jauh lebih mudah berucap” adalah juga kebenaran lainnya yang terus relevan. Mudah untuk diucapkan, dianggap mudah untuk dilakukan, tapi tak pernah bisa diselesaikan akhirnya. Klasik.
Perkara pendokumentasian adalah satu hal yang paling menarik dari kebanyakan itu. Banyak momen, apapun itu yang lupa di makan waktu, atau hilang di makan zaman tanpa bukti fisik sedikitpun adalah bukti bahwa kerja-kerja perekaman ini masih belum begitu baik. Bisa saja menyalahkan faktor teknologi, tak ada yang salah untuk itu, benar jika dengan kemajuan teknologi proses perekaman jauh lebih berjalan baik, tapi jauh dari hal tersebut yang terpenting agaknya adalah inisiasi untuk mendokumentasikan momen itu sendiri, sekali lagi, apapun selain “inisiasi” ini adalah jauh yang lebih penting dari segala faktor penghalang lain, inisiasi untuk bisa menyadari dan akhirnya menjaga sesuatu agar tetap tak hilang oleh waktu adalah perkara yang dimaksud.
Selain tentu dari proses penyimpanan dokumentasi ini sendiri. Ini yang kadang juga diremehkan atau malah memang cukup sulit untuk dilakukan. Maksudnya, kerusakan-kerusakan dokumentasi pada perjalanan waktunya memang tak bisa dihindari, tapi meminimalisirkan juga dapat diusahakan, hal-hal tak terduga seperti album photo yang basah dan hancur, kaset video/audio yang macet ato patah, lembaran-lembaran yang hilang atau lebih buruk file di hardisk yang corrupt dan tak ketinggalan shit-happen paling ngehe untuk soft copy; komputernya yang hilang. Ketakterdugaan ini di luar kuasa dan tak bisa tidak untuk menerimanya. Dan tentu seperti faktor yang kita bilang sebelumnya, kemajuan teknologi juga kreatifitas dalam memaksimalkan berbagai media juga jawaban beberapa dari itu.
Banyak media, dari photo, suara, video dan tulisan, kesemuanya tanpa disadari dan tidak disadari adalah bentuk dari proses pendokumentasian ini sendiri, memuat berbagai komponen penggambaran yang bersifat paling personal sampai cukup general dalam suatu masa. Bentuk-bentuk ini adalah potongan-potongan hasil dari perekaman satu individu atau kelompok yang memang mewakili sesuatu. Karena esensialnya dari proses dokumentasi saya pikir bukan hanya sekedar untuk dikenang, sebagai memori untuk ditertawakan atau sebagainya, kerja-kerja perekamanan punya musabab lainnya sebagai sebuah pencatat timeline history atau tapak jejak guna mengetahui apa yang sudah kita lakukan dan tak kita lakukan, untuk direview agarnya menjadikan kerja-kerja selanjutnya yang tak hanya sekedar benar-benar pengulangan, ianya adalah sebagai sebuah catatan (dalam arti luas) gerak dialektika materi itu sendiri.
Semakin ke sini dan di banyak bagian, tentu kerja-kerja ini semakin baik, terlebih dengan adanya internet, ribuan dan jutaan data dapat diakses, dan tentu dibagikan untuk akhirnya diakses lagi selanjutnya, gudang arsip berbasiskan dunia yang dengan mudah diolah. Belum lagi kemajuan gadget dan perangkat pembantu lainnya. Dengannya, sadar atau tidak, kerja perekaman dapat dilakukan dari hal sesederhana sekalipun, penting tidaknya akan diketahui nanti beberapa waktu setelah prosesnya dilakukan. Sadar atau tidak, itu dialami dikehidupan paling personal sampai paling general, dan tentu di berbagai bidang.
Dalam hal ini adalah musik, sebagai bagian dari budaya dari hal yang cukup general, dokumennya selalu menarik untuk diikuti, perkembangan scene dan musik itu sendiri dapat dilihat dari berbagai medium dalam satu orientasi (yaitu musik), sama seperti bidang lainnya, pembacaan historis dokumennya memang tak kalah menyenangkan. Apalagi contohnya di scene musik non-mainstream yang memang mesti harus punya energi lebih dibanding dengan “yang tertangkap banyak kamera,” dalam hal dokumentasi, seperti punk, walau memang cukup acak, potongan-potongan sejarah itu dapat kita temui di pita kaset, keping cd, berlembar-lembar poster dan zine, atau juga robekan tiket atau juga hal lainnya dari berbagai medium. Dan selain dari dilakukan dengan kesadaran awal agar tetap diingat, tak bisa dipungkiri melakukannya memang menyenangkan.
Dengan belajarnya dari sejarah ini juga yang membangun pelaku-pelaku didalamnya akhirnya menyadari pembenahan kerja-kerja perekaman ini. Yang menyadarkan bagaimana sibuknya mereka terlena dengan kesenangan untuk akhirnya lupa (atau mungkin juga terbatas dengan swadaya) untuk melakukan kerja-kerja dokumentasi yang baik.
Dan kembali menyadarkan jika banyak hal tentang memproduksi sesuatu adalah proses perekaman sejarah ini sendiri, mengamini fakta selanjutnya jika kerja dokumentasi memanglah harus dilakukan di setiap tingkatan. Bahwa diluar kerja dari unit perekamannya sendiri yang khusus, kerja diluarnya juga adalah kerja dokumentasi lainnya. Munculnya banyak poster-poster, rilisan, dan arsip-arsip photo dan video, dari personal dan berbagai kelompok, yang mengorganisirnya secara personal di blog-blog personal atau menswadayakan beberapa orang dalam satu grup dalam unit unit produksi, disadari atau tidak adalah bagian dari membaiknya proses dokumentasi ini sendiri.
Malah untuk lokal Indonesia, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir banyak grup-grup baru yang terbentuk dan memang khusus berfokus pada pendokumentasian, yaitu yang dimaksudkan dengan video dan photo, dan telah menghasilkan berarsip-arsip album photo digital juga video-video footage, live dan dokumenter. Di luar segmentasi dan orientasinya masing-masing, kerja dokumentasi baik dari personal maupun satu kelompok khusus memang sangat berguna membantu menyusun puzzle dari “scene yang tak tertangkap banyak kamera.”
“Tertangkap banyak kamera” dan “tak tertangkap banyak kamera” disini bukan dengan orientasi dikenal dan agar terkenal atau tak terkenal itu, bahwa mereka yang “tertangkap banyak kamera” secara sekaligus telah terbantu dalam proses pendokumentasiannya secara general dengan cukup baik. Bedanya hanya itu.
Begitu juga Palembang, yang di 2015 cukup mengejutkan dengan meningkatnya rilisan baru, rilisan ulang, yang kita sepakati adalah juga bagian dari proses pendokumentasian, yang bisa dibilang secara umum sedang pesat-pesatnya dibanding pesatnya tahun-tahun sebelumnya. Beberapa record label baru dan massif, dan seperti yang dibilang diawal, hype-nya teknologi pun cukup mengakibatkan proses perekaman-perekaman (dalam arti luas pendokumentasian) pun membaik, bermunculannya berbagai bentuk perekaman, dari video, photo, tulisan dan hal lainnya. Walau belum adanya grup dan person yang cukup massif dan konsisten yang berfokus pada hal pendokumentasian. Tak termasuk yang secara partial atau hal semacamnya. Maksudnya person-person lewat akun-akun viral pribadinya atau juga semacamnya. Memang apa bedanya? Bukankah itu juga disebut pendokumentasian? Yang membedakan tentu alasan pendokumentasiannya dan yang akhirnya juga membedakan pola kerjanya sendiri nantinya.
Dengan menyadari bagaimana pentingnya sebuah proses pendokumentasian, itu juga akhirnya membalikkan logika ketertaksengajaan dan melatarbelakangi musabab bahwa banyak hal yang dilakukan adalah pendokumentasian yang jauh lebih progresif dari alasan lain dan dengan alasan yang sama untuk menggiring kita mendokumentasikan hal apapun lebih serius dalam banyak medium dari apa yang kita senangi. Agarnya tak terjebak di kelatahan massal atas publisitas semu. Untuk diingat, tak terlupakan, atau hilang dimakan zaman yang memang menjadi alasan jauh lebih berharga ketimbang alasan akan trend sementara demi memupuk “LIKE,” ataupun “LOVE” pada layar kaca.
————————————————————————–
Tulisan ini dibuat sebagai pengantar untuk salahsatu kawan dari sebuah Grup yang akan berfokus dalam kerja perekaman video footage ataupun reportase juga sejenisnya, Ruang Suar, beberapa waktu lalu. Juga mengapresiasi dan sebuah prakata angkat topi untuk beberapa grup lokal yang sudah sadar akan pentingnya masalah dokumentasi. Dan saya publish lagi hari ini untuk menyambut International Zine Month, bagaimana banyak hal personal saya juga didapat dari zine, dan bagaimana beberapa potong ingatan saya selalu saya simpan dalam tulisan dan tertawa kecil setelah saya buka lagi kemarin. Secara sadar atau tidak sadar mungkin kita sudah melakukan kerja kerja pendokumentasian, pasti. Pertanyaannya kenapa tidak kita lanjutkan lagi dengan lebih baik, serius, dan disiplin? Ini untuk saya sendiri personal yang masih banyak malas dengannya, jika memang butuh alasan lebih untuk melakukan kerja-kerja tersebut, maka pendokumentasian adalah serelevan-relevannya alasan. Apapun mediumnya! Ayo menulis! Ayo merekam! ayo mendokumentasi!

Tinggalkan komentar