CLOUD (Bagian 1)

Menilisik Musik Tanpa Lirik

Tak begitu punya niatan untuk menuliskannya sampai akhirnya saya menonton unit instrumental benar benar live di depan muka. Ikhwal ini muncul sesaat setelah menyaksikan Semiotika, unit post-rock instrumental Jambi dan Under The Big Bright Yellow Sun (UTTBYS), unit senada dari Bandung dalam rangkaian Tur Sumatera mereka.

Tentu mengagumkan. Melihat musik mereka dapat berbicara banyak dan menyalurkan perasaan yang tak kalah kuat dengan tanpa kata-kata selain dari basa-basi di tiap pergantian lagu. Jika UTTBYS bermain pada ranah lebih lembut, mengajak mengingat masa lalu atau untuk sekedar merasa sendu cukup mendalam, bahwa menyelami perasaan cukup dalam tak pernah salah. Beda cerita dengan Semiotika yang marah di beberapa bagian, bersemangat di bagian lainnya, memuncak di akhir yang dari mereka nantinya dipahami bahwa menjaga ritme dan terus berapi-api juga pilihan benar lainnya.

cloud-proskros-3

Selain beberapa hal baru bagi saya dalam menyaksikan band post-rock instrumental, satu hal baru lainnya yang saya sadari selanjutnya ternyata saya lebih suka Semiotika di banding UTTBYS. Dan menjadikan alasan utama untuk saya membeli CD mereka pasca mereka tampil.

Tentang sebuah energi, perasaan dan cerita yang juga cukup banyak dari mereka bisa saya dapat walau dengan tanpa lirik. Ini tak mudah, bermain instrumental bukan hanya sekadar meracau, dengan susunan nada rumit atau juga teknik skillfull yang menunjang, membangun energi, perasaan dan cerita lewat nada itu benar-benar tak mudah, seperti komposisi tersebut, dia bermain dengan perasaan dan kadang juga kenangan.

Sensasi tak jauh berbeda saya rasakan kembali belom lama kemarin, di Dètention Homefront Show ketika melihat lagi Cloud, unit doom-metal lokal tampil langsung lewat studio gigs. Mereka tak segahar ini dalam ingatan saya.

Dari Musikalisasi Puisi sampai Doom-Metal Instrumental

Mendapati mereka pertama kali beberapa tahun yang lalu lewat sebuah studio gigs rutin Spektakel Klab, sebelum cukup kaget dengan komposisi mereka hanya dengan gitar dan vokal, ditambah dengan musikalisasi puisi, hal mengagetkan lainnya ketika tahu jika Cloud di poster adalah sepasang kekasih yang saya kenal cukup akrab waktu itu. Menarik.

Singkat cerita mereka tentu menarik perhatian, pertama karena mereka pasangan kekasih, kedua konsep yang mereka usung memang jauh lebih menarik dari fakta pertama, tampil hanya dengan gitar dan satu vokal dan bukan dalam format folk.

Tak butuh waktu lama setelah itu mereka kembali muncul dengan format CD-R, sebuah EP perdana dengan tajuk “Sound of The Dead Leaf” berisikan 5 lagu termasuk lengkap di dalamnya Intro dan Outro, tak jauh berbeda dengan format mereka tampil, tapi lebih lengkap dengan instrumen lain dan tentu penambahan lainnya seperti solo gitar atau juga backing. Tema besarnya tetap pada : Doom dan Puisi. Mereka terikat, mereka saling mengikat, entah musik Jay atau juga vokal wanita Ve dan Puisi Ve, terutama. Gelap, lambat dan provokatif secara bersamaan. Musik dan Lirik yang berbicara banyak dan cukup dalam sekaligus bersamaan. Paket lengkap untuk mulai marah pada dunia walau abstrak, menginterprentasikan: jika dunia memang tempat yang buruk maka marah karenanya juga pilihan yang tak pernah buruk.

cloud-proskros-2

Ini format sempurna. Ini tak bisa dipisahkan. Tak terbantahkan. Maka keputusan yang tak pernah saya sesalkan tentang mereka adalah beranggapan baiknya Cloud bubar setelah berganti formasi. Yah setidaknya mereka bisa membuat projek baru seperti Cloud yang sekarang.

Bagian kedua saya menulis tentang Cloud yang sekarang. Cloud sekarang adalah format yang berbeda. Tak ada yang salah. Mereka malah lebih gahar. Yang salah (jika harus) adalah mereka memakai nama Cloud. Tulisan ini cukup pendek untuk dijadikan dua potongan, sebenarya. Tapi sepertinya saya harus upload ini dulu, sebelum saya lanjutkan menulis Cloud yang tak kadung saya selesaikan juga. Photo Cloud Jay-Ve diambil dari laman facebook mereka. Dan kedua photo lain saya ambil di gigs Dètention Homefront Show.

Posted in

Tinggalkan komentar